hikayat kuliner masa kini

Petualangan ke seluruh antero Nusantara, mengabadikan hikayat tentang perjalanan kuliner di tanah Nusantara

Sate Samirono - Sekelumit Kisah Sate 24 Jam di Kota Yogyakarta


Siapa yang tidak kenal sate?
Hampir seluruh warga +62 sudah pasti akan mengenal hidangan yang satu ini. Walaupun tidak menutup kemungkinan ada segelintir dari kamu yang tidak mau mengakui kalau mengenal sate untuk alasan tertentu yang tidak seorang pun akan peduli.





Seperti kata pepatah yang tidak kita ketahui asal muasalnya,  "Tak kenal maka tak sayang". Jadi, apakah SATE itu? 

Lho, sate kan masakan yang ditusuk dengan lidi terus dibakar ya?  

Ya, Tepat sekali!
Secara sederhana seperti itulah khalayak ramai mengenal sosok dari hidangan yang satu ini. 
Ada yang sederhana, pasti ada yang rumit donk. Nah, mari kita intip sedikit deskripsi rumit dari Sate menurut salah satu sumber terpercaya, babang Wikipedia: 

Sate atau satai (KBBI) adalah makanan yang terbuat dari potongan daging yang dipotong kecil-kecil dan ditusuki dengan tusukan sate yang biasanya dibuat dari lidi tulang daun kelapa atau bambu, kemudian dibakar menggunakan bara arang kayu. 

Sate itu aslinya dari daerah mana sih?

Begini kisanak. Ini agak rumit sebenarnya, karena macam sate itu ada banyak sekali. Kita kenal dengan sate madura, sate padang, sate laler, sate ponorogo, sate bundel dan sebagainya. Tapi apa benar sih aslinya dari Indonesia? 




Nah, ternyata ada hikayat yang mengatakan sate itu aslinya dari Arab. Sate muncul sekitar abad ke-15 dibawa oleh pedagang Arab yang datang ke Indonesia. Selain mengenalkan Islam, mereka juga mengenalkan kebab ke penduduk pulau Jawa. Di Arab sendiri daging kambing biasa diolah dengan cara dibakar dan dinamakan kebab. Kebab inilah yang menjadi prototype dari sate yang kita kenal sekarang. tapi tentu saja setelah melalui proses asimilasi budaya, bumbu-bumbu yang dipake berasal dari Indonesia dan disesuaikan dengan lidah masing-masing daerah.




Untuk lebih lengkapnya, suatu saat nanti akan kita bahas mengenai sejarah sate. Tunggu saja artikelnya

Selain di Indonesia, sate dapat ditemukan di hampir seluruh negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Tentu saja dengan bahan dasar dan cita rasa yang beragam, tergantung dari daerah asalnya. Tapi ternyata tidak hanya di negara ASEAN saja sate itu populer, bahkan negara asal Ruud Gullit juga sudah dijajah oleh sate ini. 

Ruud Gullit itu Belanda? Lah, bijimana ceritanya sate sampe sana?

Jangan lupa, Belanda pernah mengukir salah satu sejarah yang kelam bagi Indonesia di masa kolonialnya. Tinggal di Indonesia tentu tidak mungkin luput dari asimilasi budaya termasuk budaya kuliner ala Indonesia, sate ini adalah salah satu oknum yang berhasil melakukan asimilasi dengan Belanda. Jadi selain pulang bawa rempah, mister-mister Belanda juga membawa serta resep sate.




Oh, jadi seperti itu. Kalau begitu Sate Samirono itu apa?

Kisanak sepertinya sudah tidak sabar, baiklah mari kita mulai bersinggungan dengan Sate Samirono ini.
Sate Samirono merupakan salah satu warung sate yang sudah memiliki nama sejak lama, bisa jadi merupakan warung sate tertua di Yogyakarta. Untuk masalah tahun buka dalam bahasa keren bisa kita tulis "Established since 1970".  Bagaimana? Apakah kamu sudah lahir?

Selain usianya yang sudah mendekati 100 tahun -cuma kurang beberapa puluh tahun saja, yang menjadikan warung sate ini istimewa lagi adalah jam operasionalnya yang 24 jam, 24/7. Gimana? Udah macam SPBU aja ya. Indomart aja kalah.

Bayangkan, kamu asyik tidur malam tiba-tiba ditampol aroma sate yang sedang dibakar. Karena memang sehari semalam daerah situ dipenuhi semerbak aroma wangi sate yang dibakar. Benar-benar tidak tahu waktu ini empunya!

TKP-nya dimana bro?

Sate Samirono ini ada 2 lokasi, yaitu di Jalan Colombo(seberang GOR UNY) dan Jalan Gondosuli.


Lokasi cabang Colombo

Lokasi cabang Gondosuli

Tidak ada sejarah jelas yang menceritakan warung mana yang menjadi pionir, tapi yang jelas warung yang berlokasi di Jalan Colombo lebih besar daripada cabang yang satunya. Nah, hikayat ini ditulis berdasarkan pengalaman di warung Colombo.


Berbicara tempat makan, tentu tidak afdol kalau kita tidak memulai dengan menu yang disajikan.





Cukup beragam menu yang tersedia di Sate Samirono ini. Bukan cuma sate saja tapi ada juga tongseng, tengkleng, bahkan sampai nasi goreng tersedia disini. Bahan dasar daging yang digunakan adalah daging ayam, sapi, atau kambing.



Bahkan ternyata ada menu rahasia yang tidak tertulis di menu yaitu sate klathak!. Umumnya kan sate klathak itu pakai daging kambing ya, tapi disini kamu bisa pesan sate klathak sapi ataupun ayam.



Bebicara mengenai harga tentu bisa dilihat kalau harga yang ditawarkan di Sate Samirono ini terlihat sedikit lebih mahal daripada warung sate kebanyakan. Biasanya kan seporsi sate itu 10 tusuk ya, kalau di Sate Samirono itu hanya dapat 8 tusuk saja. 

Alkisah, tersebutlah dua orang juru ketik video game yang baru pulang dari lembur sekitar jam 10 malam. Dimana kedua bujangan itu merasa lapar dan sialnya karena waktu sudah menunjukkan saat - saat manusia normal telah istirahat atau bahkan terlelap dalam tidurnya maka jumlah warung makan yang masih buka sangatlah sedikit. Tentu saja pilihan menu juga akan sedikit. Akhirnya setelah melakukan rapat dan musyawarah dadakan, maka diputuskanlah untuk melaju ke Sate Samirono tersebut karena kebetulan juga searah dengan jalan menuju peraduan.


Setelah tiba di lokasi, mereka masing-masing pun memesan menu sesuai selera.


Sate Ayam + Nasi Putih

Sate Ayam Tanpa Lemak + Nasi Putih

Sate Samirono juga menyediakan sate tanpa lemak. Yang artinya hanya daging saja yg tanpa lemak dan/atau kulit. Ini sangat membantu orang - orang yang kaya akan lemak dan berencana mengurangi pemasukan lemak namun ingin sekali menyantap sate!


Bumbu yang digunakan untuk sate ayamnya lebih cocok untuk sate kambing. Walaupun itu pakai bumbu kacang seperti sate ayam pada umumnya, tapi karena terlalu encer dan extra kecap rasanya akan lebih cocok kalo dipasangkan dengan sate kambing. Apa karena mungkin terbiasanya dengan sate ayam ala madura ya?

Bisa dilihat ya, potongan dagingnya itu memang besar. Lebih besar daripada warung sate pada umumnya, jadi sekiranya wajar saja kalau harganya sedikit lebih mahal. Selain itu kualitas dagingnya memang selalu terjaga baik, misalnya untuk daging ayam kalau kualitasnya tidak bagus atau daging sudah terlalu lama tentu rasa dan aromanya akan berbeda. Nah, ketika mengigit daging sate ini yang dirasakan adalah daging yg juicy tanpa aroma anyir ayam. Serasa makan daging ayam yang fresh from the penjagalan.

Selain itu mereka ngak pelit dengan "lalapan", karena nambah tomat, potongan brambang, dan kubis tidak bayar alias gratis. Tapi kalau tambah nasi atau sate ya tetap bayar lagi.

Tapi yang disayangkan adalah nasi putihnya. Karena terlalu pulen cenderung menuju lembek, jenis nasi yang cocoknya disantap dengan menu berkuah semacam tengkleng atau gulai. Kalau pesannya cuma sate saja, rasanya jenis nasi ini kurang nikmat menjadi teman santap sate.

Kesimpulan

Secara umum bisa dikatakan Sate Samirono sangat layak dan pantas untuk dicoba ketika berada di kota Yogyakarta. Kualitas dagingnya memang sangat super sekali, bumbunya cukup lezat, tapi sekali lagi ketika pesan sate ayam jangan sekali-kali membayangkan sate ayam ala madura. Karena tidak akan sesuai ekspektasi nanti, jadi mempengaruhi mood ketika makan.

Pelayanannya pun sangat cepat, bahkan dalam kondisi ramai sekalipun pesanan dihidangkan tidak sampai 10 menit setelah pesan. Karena sekali bakar memang bakar banyak sekalian mungkin ya.

Nilai minus berada pada nasi putih yang terlalu pulen menuju lembek. Tidak cocok untuk teman makan sate, tapi tentu saja cocok untuk menu yang berkuah semacam tengkleng atau tongseng atau gulai.

*****

Daripada kamu penasaran karena artikel yang membagongkan ini, segeralah berkunjung ke Sate Samirono.



No comments:

Post a Comment

@templatesyard